Alasan Limbah Jerami Bisa Menjadi Bahan Keramik dan Gigi Palsu
Limbah jerami padi belum optimal dimanfaatkan oleh para petani. Sebagian besar untuk pemenuhan pakan ternak, sisanya dibakar begitu saja. Di tangan pelajar SMA, limbah jerami disulap menjadi gelas keramik dan gigi palsu. Seperti ini penelitiannya.
SERAGAM putih abu-abu menjadi masa paling menyenangkan. Namun di Indonesia Science Day (ISD) 2019, para remaja diajak berinovasi. Mereka dikenalkan banyak hasil riset atau penelitian dari para mahasiswa dan lembaga-lembaga yang kompeten.
Nah, dari sekian banyak peserta dari lembaga perguruan tinggi yang namanya sudah mahsyur, ada sekelompok anak SMA yang ikut memamerkan penelitan. ”Wah, bagus banget. Ada robot dari botol air mineral,” ujar salah satu pengunjung booth dari SMA Cendekia Harapan dari Bali, Minggu (28/4/2019).
Ada beberapa hasil penelitian dari siswa Cendikia Harapan. Ada dua mega proyek robotik yakni ’Tirta Amertha’ yang bertujuan menjernihkan air sungai dan danau. Juga ’Melali’ yang bertujuan untuk menghasilkan alat transportasi mutakhir dan hemat energi.
Selain dua hasil penelitian tersebut, siswa dan siswi SMA Cendikia Harapan juga berhasil memanfaatkan limbah jerami padi menjadi gigi palsu dan gelas keramik.
Sekelompok pelajar yang memenuhi booth Cendikia Harapan kembali dibuat kagum. Mereka menyaksikan sendiri gelas keramik berbahan dasar limbah jerami padi menyala, saat penerangan lampu dimatikan. ”Gelas keramiknya menyala, kayak pakai fosfor,” ungkap Nita,15, salah satu pengunjung yang berasal dari sekolah di Jakarta Timur.
Rasa kagum Nita kembali muncul saat ia melihat gigi palsu yang berbahan dasar limbah jerami. ”Wow, beneran gigi palsu ini dari jerami padi. Bagaimana proses membuatnya?” tanya Nita, serta beberapa pengunjung yang penasaran dari hasil penelitian SMA Cendekia.
Sejurus kemudian, Tendriola Ramiza Ajeng Prasetya, peneliti limbah jerami menjelaskan kepada para pengunjung. Siswi 16 tahun itu menjelaskan dari proses awal pengolahan jerami padi hingga menjadi gelas keramik dan gigi palsu.
Kepada INDOPOS, Tendriola, panggilan siswi cantik itu sehari-hari, bercerita bagaimana ia melakukan penelitian jerami padi, hingga berhasil membuat gelas keramik dan gigi palsu. Penelitian dia lakukan pada 2019 ini. Ide itu muncul setelah ada masukan dari gurunya.
Baca JUga: lantai keramik
Para petani, menurut dia hanya memanfaatkan limbah jerami padi hanya untuk pakan ternak. Namun, karena jumlahnya yang melimpah, sisa limbah jerami sebagian besar hanya dibakar. Agar memudahkan para petani untuk memanfaatkan kembali lahan pertaniannya. ”Saat pelajaran, guru banyak memaparkan limbah jerami padi masih menjadi masalah bagi para petani. Dari masalah tersebut, muncul ide saya untuk mencoba meneliti limbah jerami tersebut agar bermanfaat,” ujar Tendriola.
Artikel Terkait: motif keramik kamar mandi
Gadis belia kelahiran Denpasar, 22 April 2003 ini mengungkapkan, ide untuk meneliti jerami padi dapat perhatian dari gurunya. Lalu, Tendriola mendapat jerami padi dari daerah Singaraja, Bali.
”Kebetulan guru saya berasal dari Singaraja. Di sana pertanian masih banyak. Dan beliau membawakan jerami padi untuk bahan penelitian saya,” tuturnya.
Langkah pertama yang dilakukan puteri bungsu dari dua bersaudara pasangan Yoga Lambang, 47, dan Budi Astuti, 46, dengan memperkaya data dan informasi mengelola limbah jerami padi. Selain mencari dampak-dampak terharap pembakaran limbah jerami.
”Ternyata pembakaran jerami berdampak negatif. Selain polusi dan penurunan tingkat kesuburan tanah, juga menyebabkan kecelakaan khususnya lahan-lahan pertanian yang berada di sekitar jalan raya,” ungkapnya.
Dia menyebutkan, jumlah limbah jerami padi yang diproduksi dalam satu tahun sebesar 81 juta ton. Apabila jumlah tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik, maka bisa memberikan nilai tambah untuk manusia khususnya para petani. ”Jadi saya ingin penelitian nanti bisa menghasilkan hal positif bagi masyarakat,” imbuhnya.
Dari hasil penelusurannya tentang pemanfaatan limbah jerami padi yang salah, siswa kelas 10 ini kemudian mulai melakukan penelitian. Pertama, dia kembali mencari informasi cara mengekstrasi silika dari limbah jerami. Langkah tersebut untuk menghasilkan silika yang baik dan banyak. Pembakaran menjadi metode untuk amenghasilkan silika 90-98 persen silika dari limbah jerami.
Berbekal materi dari jurnal ilmiah, Tendriola kemudian menyusun semua proses penelitian dan bahan-bahan yang diperlukan. Untuk menghasilkan 5 gram silika, menurutnya dia memerlukan 10 gram abu jerami. ”Saya hanya cukup membakar jerami selama 5 jam dengan suhu 750 derajat Celsius,” terangnya.
Dia menjelaskan, silika dari abu jerami didapat melalui proses ektrasi. Cara ini dengan mencampur abu jerami dengan Natrium Hidroksida (NAOH) dengan suhu 85 derajat Celcius selama 90 menit. Saat proses pemanasan atau merebus bisa menggunakan panci. Agar memudahkan proses, campuran abu jerami dan NAOH diletakkan di bejana yang berbeda. ”Untuk menghasilkan ekstrak jerami, kita pisahkan cairan dan ampas dengan menyaringnya. Agar pH-nya normal cairan ekstrak dicampur Asam Clorida (HCL),” ujarnya.
Dari hasil tersebut, lanjut Tendriola cairan kemudian dibuang. Ampas yang tersisa bisa dimanfaatkan setelah melalui pengeringan di mesin oven selama empat jam dengan suhu panas hingga seratus derajat Celcius. ”Hasilnya bisa seperti ini, silika yang kering,” ucap Tendriola sembari menunjukkan silika hasil penelitiannya.
Dari hasil penelitian itu, silika bisa dimanfaatkan menjadi gelas keramik dan gigi palsu. Untuk membuat satu buah gelas keramik, menurut Tendriola silika bukan menjadi bahan dasar. Tetapi hanya bahan tambahan, yang fungsinya sebagai penguat gelas keramik.
”Jadi bahan kimia lainnya ada, dan silika ini salah satunya. Efek yang muncul pada gelas keramik berupa cahaya. Ini memudahkan kita mencari gelas keramik pada ruangan yang gelap,” terangnya.
Demikian juga pada proses pembuatan gigi palsu. Fungsi silika seperti zat kimia lainnya. Ada Magnesium Oksida, Kalsium Oksida, Natrium Hidroksida, Kalium Metafosfat dan Alumina. Untuk membuat gigi palsu, selain Kalium Metafosfat semua bahan dicampur. Kemudian menambahkan NAOH agar adonan bersifat plastik.
”Kita cukup mencetak adonan dan mengeringkan selama 60 menit. Untuk finishing, gigi palsu yang sudah dicetak hanya dicelupkan dalam larutan Kalium Metafosfat dan sinterisasi pada suhu 1.000 derajat Celcius,” ujarnya.
Tendriola mengungkapkan, tengah melakukan pengembangan dari hasil penelitian silika dari limbah jerami. Saat ini dia tengah mengujicoba silika untuk mengantikan freon pada mesin pendingin ruangan (AC). Meskipun tidak sedingin menggunakan freon, dia yakin penggunaan silika bisa membuat suhu ruangan menjadi normal (dingin). ”Kita belum uji coba, silika menggantikan freon. Masih saya susun penelitiannya,” ucapnya sembari tersenyum. Tapi dia meyakini, penelitian itu akan terus dilakukan.
Setidaknya 10 gelas telah berhasil dibuat dari bahan limbah jerami. Gelas tersebut digunakan untuk keperluan minum. Karena unik, banyak yang meminta hasil penelitian Tendriola sebagai souvenir. ”Hasil penelitian kami kembalikan ke sekolah. Pengembangannya sih, nanti bisa disebarluaskan. Agar banyak masyarakat yang bisa memanfaatkan limbah jerami,” ujarnya.
Dia menyebutkan, untuk melakukan penelitian limbah jerami padi tidak memerlukan biaya yang mahal. Apalagi bahan dasar penelitian bisa diperoleh banyak dari lahan-lahan pertanian. ”Penelitian kemarin enggak habis sampai satu juta rupiah sih,” bebernya.
Penelitian limbah jerami padi, dikatakan Tendriola tidak semulus yang dia duga. Apalagi, waktu sehari-hari habis untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah. Dalam satu hari, menurutnya hanya bisa meluangkan waktu dua jam untuk penelitian. Dan dia hanya butuh dua pekan untuk menyelesaikan penelitian tersebut.
”Selama dua jam itu saya manfaatkan untuk proses pembakaran. Besok untuk penyaringan. Dan eksperimen ini cukup sulit. Karena sebelumnya saya belum pernah melakukan penelitian,” pungkas siswi yang bercita-cita melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Prodi Hubungan Internasional ini.
SERAGAM putih abu-abu menjadi masa paling menyenangkan. Namun di Indonesia Science Day (ISD) 2019, para remaja diajak berinovasi. Mereka dikenalkan banyak hasil riset atau penelitian dari para mahasiswa dan lembaga-lembaga yang kompeten.
Nah, dari sekian banyak peserta dari lembaga perguruan tinggi yang namanya sudah mahsyur, ada sekelompok anak SMA yang ikut memamerkan penelitan. ”Wah, bagus banget. Ada robot dari botol air mineral,” ujar salah satu pengunjung booth dari SMA Cendekia Harapan dari Bali, Minggu (28/4/2019).
Ada beberapa hasil penelitian dari siswa Cendikia Harapan. Ada dua mega proyek robotik yakni ’Tirta Amertha’ yang bertujuan menjernihkan air sungai dan danau. Juga ’Melali’ yang bertujuan untuk menghasilkan alat transportasi mutakhir dan hemat energi.
Selain dua hasil penelitian tersebut, siswa dan siswi SMA Cendikia Harapan juga berhasil memanfaatkan limbah jerami padi menjadi gigi palsu dan gelas keramik.
Sekelompok pelajar yang memenuhi booth Cendikia Harapan kembali dibuat kagum. Mereka menyaksikan sendiri gelas keramik berbahan dasar limbah jerami padi menyala, saat penerangan lampu dimatikan. ”Gelas keramiknya menyala, kayak pakai fosfor,” ungkap Nita,15, salah satu pengunjung yang berasal dari sekolah di Jakarta Timur.
Rasa kagum Nita kembali muncul saat ia melihat gigi palsu yang berbahan dasar limbah jerami. ”Wow, beneran gigi palsu ini dari jerami padi. Bagaimana proses membuatnya?” tanya Nita, serta beberapa pengunjung yang penasaran dari hasil penelitian SMA Cendekia.
Sejurus kemudian, Tendriola Ramiza Ajeng Prasetya, peneliti limbah jerami menjelaskan kepada para pengunjung. Siswi 16 tahun itu menjelaskan dari proses awal pengolahan jerami padi hingga menjadi gelas keramik dan gigi palsu.
Kepada INDOPOS, Tendriola, panggilan siswi cantik itu sehari-hari, bercerita bagaimana ia melakukan penelitian jerami padi, hingga berhasil membuat gelas keramik dan gigi palsu. Penelitian dia lakukan pada 2019 ini. Ide itu muncul setelah ada masukan dari gurunya.
Baca JUga: lantai keramik
Para petani, menurut dia hanya memanfaatkan limbah jerami padi hanya untuk pakan ternak. Namun, karena jumlahnya yang melimpah, sisa limbah jerami sebagian besar hanya dibakar. Agar memudahkan para petani untuk memanfaatkan kembali lahan pertaniannya. ”Saat pelajaran, guru banyak memaparkan limbah jerami padi masih menjadi masalah bagi para petani. Dari masalah tersebut, muncul ide saya untuk mencoba meneliti limbah jerami tersebut agar bermanfaat,” ujar Tendriola.
Artikel Terkait: motif keramik kamar mandi
Gadis belia kelahiran Denpasar, 22 April 2003 ini mengungkapkan, ide untuk meneliti jerami padi dapat perhatian dari gurunya. Lalu, Tendriola mendapat jerami padi dari daerah Singaraja, Bali.
”Kebetulan guru saya berasal dari Singaraja. Di sana pertanian masih banyak. Dan beliau membawakan jerami padi untuk bahan penelitian saya,” tuturnya.
Langkah pertama yang dilakukan puteri bungsu dari dua bersaudara pasangan Yoga Lambang, 47, dan Budi Astuti, 46, dengan memperkaya data dan informasi mengelola limbah jerami padi. Selain mencari dampak-dampak terharap pembakaran limbah jerami.
”Ternyata pembakaran jerami berdampak negatif. Selain polusi dan penurunan tingkat kesuburan tanah, juga menyebabkan kecelakaan khususnya lahan-lahan pertanian yang berada di sekitar jalan raya,” ungkapnya.
Dia menyebutkan, jumlah limbah jerami padi yang diproduksi dalam satu tahun sebesar 81 juta ton. Apabila jumlah tersebut bisa dimanfaatkan dengan baik, maka bisa memberikan nilai tambah untuk manusia khususnya para petani. ”Jadi saya ingin penelitian nanti bisa menghasilkan hal positif bagi masyarakat,” imbuhnya.
Dari hasil penelusurannya tentang pemanfaatan limbah jerami padi yang salah, siswa kelas 10 ini kemudian mulai melakukan penelitian. Pertama, dia kembali mencari informasi cara mengekstrasi silika dari limbah jerami. Langkah tersebut untuk menghasilkan silika yang baik dan banyak. Pembakaran menjadi metode untuk amenghasilkan silika 90-98 persen silika dari limbah jerami.
Berbekal materi dari jurnal ilmiah, Tendriola kemudian menyusun semua proses penelitian dan bahan-bahan yang diperlukan. Untuk menghasilkan 5 gram silika, menurutnya dia memerlukan 10 gram abu jerami. ”Saya hanya cukup membakar jerami selama 5 jam dengan suhu 750 derajat Celsius,” terangnya.
Dia menjelaskan, silika dari abu jerami didapat melalui proses ektrasi. Cara ini dengan mencampur abu jerami dengan Natrium Hidroksida (NAOH) dengan suhu 85 derajat Celcius selama 90 menit. Saat proses pemanasan atau merebus bisa menggunakan panci. Agar memudahkan proses, campuran abu jerami dan NAOH diletakkan di bejana yang berbeda. ”Untuk menghasilkan ekstrak jerami, kita pisahkan cairan dan ampas dengan menyaringnya. Agar pH-nya normal cairan ekstrak dicampur Asam Clorida (HCL),” ujarnya.
Dari hasil tersebut, lanjut Tendriola cairan kemudian dibuang. Ampas yang tersisa bisa dimanfaatkan setelah melalui pengeringan di mesin oven selama empat jam dengan suhu panas hingga seratus derajat Celcius. ”Hasilnya bisa seperti ini, silika yang kering,” ucap Tendriola sembari menunjukkan silika hasil penelitiannya.
Dari hasil penelitian itu, silika bisa dimanfaatkan menjadi gelas keramik dan gigi palsu. Untuk membuat satu buah gelas keramik, menurut Tendriola silika bukan menjadi bahan dasar. Tetapi hanya bahan tambahan, yang fungsinya sebagai penguat gelas keramik.
”Jadi bahan kimia lainnya ada, dan silika ini salah satunya. Efek yang muncul pada gelas keramik berupa cahaya. Ini memudahkan kita mencari gelas keramik pada ruangan yang gelap,” terangnya.
Demikian juga pada proses pembuatan gigi palsu. Fungsi silika seperti zat kimia lainnya. Ada Magnesium Oksida, Kalsium Oksida, Natrium Hidroksida, Kalium Metafosfat dan Alumina. Untuk membuat gigi palsu, selain Kalium Metafosfat semua bahan dicampur. Kemudian menambahkan NAOH agar adonan bersifat plastik.
”Kita cukup mencetak adonan dan mengeringkan selama 60 menit. Untuk finishing, gigi palsu yang sudah dicetak hanya dicelupkan dalam larutan Kalium Metafosfat dan sinterisasi pada suhu 1.000 derajat Celcius,” ujarnya.
Tendriola mengungkapkan, tengah melakukan pengembangan dari hasil penelitian silika dari limbah jerami. Saat ini dia tengah mengujicoba silika untuk mengantikan freon pada mesin pendingin ruangan (AC). Meskipun tidak sedingin menggunakan freon, dia yakin penggunaan silika bisa membuat suhu ruangan menjadi normal (dingin). ”Kita belum uji coba, silika menggantikan freon. Masih saya susun penelitiannya,” ucapnya sembari tersenyum. Tapi dia meyakini, penelitian itu akan terus dilakukan.
Setidaknya 10 gelas telah berhasil dibuat dari bahan limbah jerami. Gelas tersebut digunakan untuk keperluan minum. Karena unik, banyak yang meminta hasil penelitian Tendriola sebagai souvenir. ”Hasil penelitian kami kembalikan ke sekolah. Pengembangannya sih, nanti bisa disebarluaskan. Agar banyak masyarakat yang bisa memanfaatkan limbah jerami,” ujarnya.
Dia menyebutkan, untuk melakukan penelitian limbah jerami padi tidak memerlukan biaya yang mahal. Apalagi bahan dasar penelitian bisa diperoleh banyak dari lahan-lahan pertanian. ”Penelitian kemarin enggak habis sampai satu juta rupiah sih,” bebernya.
Penelitian limbah jerami padi, dikatakan Tendriola tidak semulus yang dia duga. Apalagi, waktu sehari-hari habis untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) di sekolah. Dalam satu hari, menurutnya hanya bisa meluangkan waktu dua jam untuk penelitian. Dan dia hanya butuh dua pekan untuk menyelesaikan penelitian tersebut.
”Selama dua jam itu saya manfaatkan untuk proses pembakaran. Besok untuk penyaringan. Dan eksperimen ini cukup sulit. Karena sebelumnya saya belum pernah melakukan penelitian,” pungkas siswi yang bercita-cita melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi di Prodi Hubungan Internasional ini.
Komentar
Posting Komentar